Kondisi buruh migran Indonesia yang bekerja sebagai perawat rumah tangga di Taiwan semakin terjepit. Selain gaji yang jalan di tempat, banyak yang dieksploitasi.
Fajar sudah bekerja sebagai perawat rumah tangga di Taiwan sejak tahun 2012, dengan gaji minimum 17.000 dollar Taiwan, atau setara 8,4 juta rupiah. Dengan angka tersebut, dia bisa menabung dan mengirimkan sebagian uangnya kepada keluarga di tanah air.
Fajar, yang juga Ketua Gabungan Tenaga Kerja Bersolidaritas Taiwan, mengatakan jam kerja mereka tidak jelas, beban kerja selalu bertambah, dan tidak diberi libur. Selain itu, banyak majikan yang menahan paspor dan dokumen mereka sehingga mereka tidak bisa mencari pekerjaan yang lebih baik.Yu-Kuo Su dari Kementerian Tenaga Kerja Taiwan tidak menyangkal bahwa masih ada majikan yang memperlakukan tenaga kerja asing secara buruk. Dia mengatakan buruh migran bisa melaporkan majikan ke sambungan 1955.
Namun, melaporkan majikan tidaklah mudah. Dalam banyak kasus, buruh migran akan kalah dalam negosiasi. Ansensius Guntur dari Stella Maris International Migrants Service Center mengatakan bahwa buruh migran biasanya tidak memiliki bukti-bukti pendukung. “Untuk dapat gaji 24.000 dollar Taiwan, Pemerintah Taiwan tidak ada intervensi. Karena majikan yang menggaji hanya 17.000 dollar Taiwan tidak melanggar hukum. Jadi bagi kami dengan gaji 24.000 dollar Taiwan itu adalah perjuangan dan negosiasi,” tandasnya.Hal ini dikonfirmasi Lennon Ying-Dah Wong dari Serve the People Association , organisasi pendamping buruh migran di Taiwan. Menurutnya, syarat gaji itu tidak realistis.