Tak hanya menguasai ilmu tasawuf, Syekh Abdul Qadir Al-Jilani (470-561 H) adalah sosok ulama besar yang sangat toleran dalam perbedaan ilmu fiqih. Syekh Abdul Qadir...
Syekh Abdul Qadir Al-Jilani , ulama besar yang dijuluki Sulthanul Auliya kelahiran Persia. Terlahir dari sosok ibu bernama Fathimah, putri dari seorang tokoh agama terkemuka di Jilan, Persia. Sedangkan ayahnya bernama Abdullah Abu Shalih, yang adalah keturunan Hasan bin Ali radhiyallahu 'anhu.
Ini hampir mirip dengan syair Imam Syafi'i:"Lebih besar lagi bahayanya, saat ada orang bodoh tak tahu syariat tapi beribadah ritual begitu semangat".Kalau kita membaca tulisan para pakar biografi seperti Imam Ad- Dzahabi misalnya, maka akan tergambar bagaimana penguasaan Syekh Abdul Qadir dalam ilmu fiqih. Imam Dzahabi mengatakan, Al-Jilani adalah seorang faqih, guru besar Hanabilah di zamannya yang belajar fiqih kepada Al-Mukhrami.
Syekh Abdul Qadir mengutip kalimat Imam Ahmad Bin Hanbal yang menyatakan bahwa tidak seyogyanya bagi seorang mufti untuk memaksakan pandangannya kepada orang lain. Sikap Imam Al-Jilani ini kurang lebih juga sama dengan guru dari guru beliau. Beliau juga berguru fiqih Hanbali kepada Abul Khattab Al Kalwadzani, salah satu murid Al Qadhi Abu Ya’la. Beliau juga berguru kepada seorang ulama besar Baghdad bernama Abul Wafa Ibnu ‘Aqil, penulis Al-Funun yang cukup dalam mengetahui pemikiran Muktazilah. Bahkan konon pernah sampai tersesat dalam belantara pemikiran muktazilah dan susah keluar. Walaupun akhirnya berhasil menyelamatkan diri.