Sebelum menggunakan nama Stasiun Jebres Solo, stasiun ini ternyata di awal berdirinya lebih dikenal dengan nama stasiun berikut ini.
Pembangunan Stasiun Jebres Solo bertujuan untuk membantu pengangkutan barang, berupa komoditas hasil tanaman industri, yakni gula dan tembakau. Kala itu, dua komoditas tersebut menjadi andalan di wilayah Soloraya.
Dua komoditas tersebut kemudian dikirim ke Pelabuhan Cilacap untuk dikirim ke Eropa. Akan tetapi, setelah jalur KA Kroya-Cirebon tersambung pada 1917, pengiriman diganti menuju Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta.Sementara itu, di situs resmi Kebudayaan Kemdikbud, stasiun ini dahulu juga berperan sebagai stasiun penghubung bagi penumpang dari Jakarta menuju Madiun atau Surabaya.
Hal ini yang mengakibatkan pada zaman dahulu kerap ditemukan penumpang dari Jakarta yang menginap di Stasiun Jebres Solo guna melanjutkan perjalanan ke Surabaya.Di stasiun ini juga dilengkapi gudang yang digunakan sebagai bongkar muat KA barang dari Semarang maupun Surabaya.Dalam sebuah laporan serah terima jabatan Residen Surakarta, Harloff pada 1922, disebutkan tahun 1915 terjadi wabah pes di Solo yang diduga berasal dari aktivitas sirkulasi barang di stasiun ini.
Masih dalam catatan tersebut dituliskan penyakit pes pertama kali diketahui karena ada tikus yang mati dalam jumlah banyak di gudang beras dekat Stasiun Jebres Solo.Pada pekan pertama, penyakit pes ini menyebar di daerah Jebres dan menular ke kampung-kampung lainnya di Solo. Penularan ini diduga melalui tikus-tikus yang tinggal di selokan di Solo.
Hanya perlu waktu empat bulan, seluruh kota tertular wabah yang disebut pertama kali muncul di Stasiun Jebres Solo ini, mulai Onderdistrik Kota, Pasar Kliwon, Serengan hingga Laweyan.Tercatat dalam laporan Residen Surakarta Harloff 1922, jumlah kasus pes dalam triwulan I tahun 1915 ada 6 kasus, triwulan II ada 23 kasus, triwulan III ada 150 kasus, dan triwulan IV terdapat 1.207 kasus.