Serikat pekerja/buruh menolak isi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No. 2/2022 tentang Cipta Kerja karena dinilai belum sesuai dengan permintaan buruh.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia , Said Iqbal, menyampaikan isi Perppu tersebut tidak beda jauh dengan UU Cipta Kerja. Pihaknya menyoroti sembilan poin dalam Perppu tersebut.“Sikap kami menolak atau tidak setuju dengan isi Perppu Cipta Kerja, setelah mempelajari, menelaah, mengkaji salinan Perppu No. 2/2022 yang beredar di media sosial. Ada sembilan poin yang kami sandingkan dengan UU Omnibus Law dan UU No. 13/2003,” kata Said dalam Konferensi Pers secara virtual, Minggu .
Selain itu, penetapan upah minimum kabupaten/kota yang disebutkan dapat diputuskan oleh gubernur, dirinya meminta harus diputuskan oleh gubernur masing-masing provinsi. Khawatir dengan ketentuan tersebut, bila terjadi pergantian gubernur, aturan akan berubah-ubah juga. Keberadaan aturan upah minimum sektoral juga tidak ditemukan dalam Perppu. Padahal pekerja/buruh menginginkan adanya upah tersebut. Soal aturan penetapan UM, Said Iqbal menyoroti ketentuan dalam pasal 88 Perppu No. 2/2022 yang berbunyi, “Ketentuan lebih lanjut mengenai kebijakan pengupahan diatur dalam Peraturan Pemerintah”.
“Dalam keadaan tertentu pemerintah dapat menetapkan formulasi baru, artinya Menaker bisa ubah-ubah formula. Semua sektor industri bisa diubah-ubah, kan tidak semua sektor tidak mampu, ada yang mampu. Jangan mengubah-ubah formula,” ujarnya., selain upah minimum, Said Iqbal meminta alih daya tetap diperbolehkan dengan penjelasan jenis-jenis pekerjaannya.KeempatPHK harus ada izin dari Direktorat Jenderal Perhubungan Hubungan Industrial dan Jaminan Ketenagakerjaan Kemenaker.