10 Tahun Sengketa, Sunda Wiwitan Kembali Halau Rencana Eksekusi Lahan Adat

South Africa News News

10 Tahun Sengketa, Sunda Wiwitan Kembali Halau Rencana Eksekusi Lahan Adat
South Africa Latest News,South Africa Headlines
  • 📰 voaindonesia
  • ⏱ Reading Time:
  • 76 sec. here
  • 3 min. at publisher
  • 📊 Quality Score:
  • News: 34%
  • Publisher: 63%

Kelompok Sunda Wiwitan di Kuningan, Jawa Barat, kembali mencegah upaya eksekusi lahan adat oleh Pengadilan Negeri (PN) Kuningan, Rabu lalu (18/5). Lahan dan bangunan yang digunakan oleh masyarakat itu diklaim oleh cucu pemimpin Sunda Wiwitan.

Masyarakat Adat Karuhun Urang Sunda Wiwitan memprotes rencana pencocokan lahan di Mayasih berdasarkan surat PN Kuningan W.11.U16/825/HK.02/4/2022 danMereka menolak rencana itu dengan melaksanakan gelar budaya. Mengenakan pakaian tradisional, warga menggelar atraksi gamelan, atraksi angklung, sampai orasi. Sejumlah kelompok masyarakat sipil dan kelompok lintas-iman hadir memberikan dukungan.

Girang Pangaping Sunda Wiwitan, Tati Djuwita, mengatakan personel kepolisian dan Satpol PP datang di lokasi.“Kami kan dari awal diminta tidak ada pengerahan massa. Kita tidak ada pengerahan massa. Kita mau melakukan gelar budaya. Kebangkitan Nasional gitu kan. Kemudian mendengar ada eksekusi, ya otomatis secara naluri kita harus mempertahankan itu,” ujarnya ketika dihubungi VOA, Rabu .

Tati menambahkan, pihak pengadilan tidak hadir ke lokasi. Karena itu eksekusi lahan tidak jadi dilaksanakan. Namun demikian, warga tetap was-was karena eksekusi bisa kembali datang.Masalah ini berawal pada 2008 ketika seorang laki-laki bernama Jaka Rumantaka mengklaim kepemilikan lahan di Mayasih lewat gugatan di PN Kuningan. Dalam klarifikasi di Dewan Pers pada 2017, Jaka mengatakan tanahi itu adalah milik ibunya, Ibu Ratu Siti Djenar.

Jaka mengatakan, pada tahun 1980-an, pamannya memberikan tanah itu kepada Mimin Saminah dan Kusnadi. Lahan itu kemudian digunakan oleh masyarakat sampai dia mengklaimnya kembali pada 2008. Kasus ini terus naik ke Mahkamah Agung, di mana Jaka kembali memenangkan gugatannya pada 2012. Namun menurut Tati, tanah dan bangunan itu adalah milik komunal. Dia merujuk pada surat pernyataan pada tahun 1964 dan 1975 di mana Pangeran Madrais Sadewa Alibasa dan Pangeran Tedjabuwana memberikan Hak Pengelolaan Aset tersebut kepada tokoh-tokoh masyarakat. Tokoh-tokoh itu pun mendirikan Yayasan Pendidikan Tri Mulya yang mengajukan kawasan itu sebagai Cagar Budaya Nasional.

We have summarized this news so that you can read it quickly. If you are interested in the news, you can read the full text here. Read more:

voaindonesia /  🏆 15. in İD

South Africa Latest News, South Africa Headlines



Render Time: 2025-03-31 12:59:56